TETAP
SELAMAT WALAUPUN DUA KALI DILEMPARKAN DARI TEMPAT YANG TINGGI
Asy-Syarif
Abul Hasan Muhammad bin Umar Al-Alawy bercerita: "Ketika aku diisolir oleh pihak
pemerintah di benteng Khast di pinggiran kota Naisabur, Persia, pemilik benteng
tersebut menemani aku dengan cerita-ceritanya. Suatu hari dia bercerita, bahwa
benteng ini dulu dimiliki oleh seorang pria yang sebelumnya adalah penggembala,
kemudian dia menjadi ketua sebuah kelompok perampok dan berhasil menguasai
benteng ini. Dia menjadikan ben-teng ini sebagai markas. Banyak pencuri yang
bergabung dengannya. Dia bersama kelompoknya sering mengincar daerah-daerah
pinggiran. Mereka keluar bersama-sama, membajak harta orang di jalan dan
merampas barang milik orang-orang kampung. Mereka membuat kerusakan, ke-mudian
kembali ke benteng ini. Tidak ada yang berani menangkap mereka sampai akhirnya
datang Abul Fadl Ibnul 'Amid yang berhasil mengepung mereka beberapa waktu
hingga berhasil menaklukkan benteng ini dan me-nyerahkannya kepada pemerintah.
Saat di kepung oleh Abul Fadl, mereka tidak tinggal diam, mereka
turun dan mengadakan perlawanan. Tetapi Abul Fadl -akhirnya- berhasil menguasai
mereka dalam sebuah pertarungan yang terjadi antara Abul Fadl dan mereka yang
berjumlah kurang lebih 50 orang. Abul Fadl ingin membunuh mereka dengan cara
yang dapat membuat takut semua orang yang tinggal di benteng itu. Benteng itu
terletak di sebuah gunung yang besar dan berhadapan dengan sebuah gunung lain
tempat Abul Fadl singgah per-tama kali sebelum masuk ke dalamnya.
Abul Fadl membawa semua orang yang berhasil ditawan itu ke puncak
gunung tempat benteng itu berada. Kemudi-an melemparkan mereka satu per satu. Di
antara mereka yang dilempar itu ada yang tiba di tanah dalam keadaan
terpotong-potong karena berbenturan keras dengan batu-batu gunung yang runcing.
Tak satu pun dari mereka yang selamat. Tetapi anehnya, ada seorang anak muda
yang baru tumbuh jenggot dan kumisnya-, ketika dilemparkan dari atas gunung dia
tiba di tanah dalam keadaan selamat. Tidak cidera sedikit pun, sementara tali
yang mengikatnya putus bercerai-berai. Anak muda ini terus bangun ingin
menyelamatkan diri.
Abul Fadl beserta kawan-kawannya meneriakkan takbir dan tahlil
kala melihat bagaimana anak muda itu bisa sela-mat. Semua yang tinggal di dalam
benteng juga ikut ber-tahlil.
Abul Fadl jadi penasaran dan murka. Dia memerintahkan agar anak
muda itu dibawa lagi ke hadapannya. Ditangkaplah anak muda itu kembali dan
diikat tangannya, kemudian Abul Fadl memerintahkan untuk dilemparkan lagi. Akan
tetapi orang-orang yang bersamanya meminta agar dia diampuni saja. Abul Fadl
menolak permintaan itu, bahkan dia bersumpah agar anak muda itu dilemparkan
lagi. Mereka pun diam. Dilemparkanlah anak muda itu, ketika dia tiba di tanah,
ternyata dia bangun, berjalan tanpa ada cidera. Saat itu, gema takbir dan tahlil
lebih keras dari yang pertama.
Orang-orang yang hadir saat itu berkata, 'Apa yang kau inginkan
setelah ini?' Kemudian mereka memohon agar dia diampuni, sampai-sampai ada di
antara mereka yang menangis. Abul Fadl menjadi malu campur heran. Dia berkata,
'Kalau begitu, bawalah dia ke mari dalam keadaan aman!' Setelah anak muda itu
berada di hadapannya, dia memerintahkan agar tali pengikatnya dilepas dan diberi
hadiah baju. Abul Fadl berkata, 'Ceritakanlah dengan jujur tentang rahasiamu
bersama Allah sehingga kau bisa disela-matkan seperti ini!'
Anak muda itu menjawab, 'Aku tidak tahu amal apa yang telah
menjadikanku berhak mendapatkan ini. Hanya saja, dulu, saat aku masih muda
sekali belum ada bulu yang tumbuh di wajahku aku pernah bersama guruku "Fulan"
yang termasuk korban yang terbunuh hari ini. Pria itu sering membawaku keluar
bersamanya. Kami meram-pok orang di jalan, membunuh, merampas harta orang,
mencemari kehormatan wanita, memperkosa mereka dan mengambil semua apa yang kami
dapati. Bila aku tidak menuruti perintahnya, maka dia akan menyiksaku atau
mungkin sampai membunuhku.' Abul Fadl bertanya, 'Apakah kamu melalukan puasa dan
shalat?' Anak muda itu menjawab, 'Aku tidak tahu apa yang namanya shalat. Aku
tidak pernah puasa dan memang tidak ada satu pun di antara kami yang berpuasa.'
Abul Fadl kaget, 'Hei, kalau begitu, amal apa yang kamu kerjakan
hingga Allah bisa menyelamatkanmu? Apakah kamu dulu bersedekah?' Anak muda itu
menjawab, 'Siapakah orang yang mau atau berani mendatangi kami hingga kami bisa
bersedekah kepadanya?'
Abul Fadl kembali bertanya, 'Coba pikirkan dan ingat-ingatlah
sebuah amal yang kamu kerjakan ikhlas karena Allah, walaupun amal yang kecil.'
Sejenak pemuda itu berfikir, kemudian berkata, 'O ya, dulu, guruku
pernah menyerahkan kepadaku -dua tahun yang lalu-seorang pria yang dia tawan di
sebuah jalan setelah semua barangnya dilucuti dan dibawanya ke dalam benteng
ini. Guruku berkata kepadanya, 'Kau boleh mene-bus dirimu dengan harta yang kau
simpan di keluargamu. Kalau tidak, kau akan kubunuh.' Tapi orang itu menjawab,
'Aku tidak mempunyai apapun dari dunia ini selain apa yang telah kau ambil
dariku.' Berhari-hari orang tersebut disiksa, tetapi tetap tidak mau mengaku.
Suatu saat, dia merasakan siksa yang dideritanya begitu kuat, akhirnya dia
bersumpah demi Allah dan dengan sumpah-sumpah berat lainnya untuk meyakinkan
bahwa dia tidak mempunyai apa-apa selain yang telah diambil oleh guruku, dan
bahwa di keluarganya dia hanya meninggalkan harta yang cukup untuk kebutuhan
sebulan saja sampai dia nanti kem-bali kepada mereka. Dia juga menjelaskan,
bahwa kondisi-nya sekarang telah memungkinkan dia dan keluarganya untuk menerima
zakat. Untuk selanjutnya si pria itu pasrah untuk mati. Setelah guruku yakin
bahwa pria itu tidak ber-dusta, dia berkata kepadaku, 'Keluarkan dia dan bawalah
ke tempat itu, lalu sembelihlah dia di sana dan bawa kepala-nya padaku.'
Maka aku pun membawa pria itu turun dari benteng. Ketika dia
melihatku menarik-narik tubuhnya, dia berta-nya, 'Kemana kau membawaku? Apa yang
kau inginkan?' Lalu aku jelaskan kepadanya perintah guruku. Mendengar itu, dia
menangis sambil memukul-mukul dirinya minta dikasihani. Dia memohon agar aku
tidak melaksanakan perintah itu dengan menyebut-nyebut Asma' Allah Subha-nahu
wa Ta'ala. Dia mengatakan, bahwa dia mempunyai putri-putri yang masih kecil
dan tidak ada yang memberi-kan nafkah pada mereka selain dia. Dia juga meminta
agar aku takut kepada Allah, kemudian menjelaskan pahala bagi orang yang
mengeluarkan seorang muslim dari musibah dunia ini... dan akhirnya dia memintaku
melepaskannya.
Kemudian Allah menurunkan rahmat ke dalam hatiku. Lalu aku katakan
padanya, 'Bila aku tidak kembali kepadanya dengan membawa kepalamu, dia pasti
akan membunuhku dan dia akan mengejar dan membunuhmu juga.'
Dia menjawab, 'Lepaskanlah aku, dan kau jangan lang-sung kembali
kepadanya. Berdiamlah dulu beberapa saat, sementara aku akan lari sehingga dia
tidak akan bisa menyusulku. Dan kalaupun dia nanti berhasil menyusulku, kau
telah terlepas dari darahku (tidak membunuhku) dan temanmu itu juga tidak akan
membunuhmu serta tetap senang kepadamu. Di sini kau akan mendapatkan pahala, dan
Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan balasan orang yang berbuat kebajikan.'
Saat itu, rasa kasihanku kepadanya bertambah besar, lalu aku
bertanya kepadanya, 'Ambilkan batu dan pukulkan ke kepalaku hingga berdarah.
Setelah itu kau lari, semen-tara aku akan duduk di sini sampai aku perkirakan
kau telah menempuh perjalan beberapa kilo meter. Setelah itu, baru aku akan
kembali ke benteng.'
Dia menjawab, 'Aku rasa tidak baik bila aku membalasmu untuk
pembebasan ini dengan memukul kepalamu sampai berdarah.' Aku berkata, 'Tidak ada
cara untuk menyela-matkan kita berdua kecuali begini.'
Akhirnya dia mau melakukan, setelah memukul kepala-ku dia lari
dengan cepat. Sementara aku tak beranjak dari tempat dudukku. Setelah aku
perkirakan dia telah berada di jarak beberapa kilo meter, aku kembali kepada
guruku dengan kepala bersimbah darah.
Guruku bertanya, 'Apa yang terjadi denganmu, mana kepala orang
itu?!' Aku jawab, 'Kau telah menyerahkan syaitan kepadaku, bukan orang. Ketika
sampai di tanah lapang, dia langsung memukulku dan berhasil merobohkan aku di
tanah serta menghantamku dengan batu seperti yang kau lihat sendiri. Kemudian
dia lari sementara aku pingsan. Aku tidak bisa beranjak dari tempatku sampai
darahku kering dan kekuatanku pulih kembali, lalu aku datang kepadamu.'
Kemudian guruku mengutus orang-orangnya untuk mengejar, dan
keesokan harinya tanpa ada hasil. Dan bila Allah memang akan menyelamatkanku
dengan amal yang pernah aku perbuat, maka barangkali inilah amal itu.'
Setelah mendengar cerita itu, Abul Fadl menjadikan anak muda itu
termasuk teman-teman dekatnya