Kisah islam WASIAT RASULULLAH KEPADA ABU DARDA' (Part Terakhir)@Maskhay


Risalah No: 10 / Thn. IV / Rabiul Awal 1422 H
WASIAT RASULULLAH KEPADA ABU DARDA'
(Part Terakhir)

Dari Abu Darda’ ra. ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda kepadaku dengan sembilan perkara: .... (6) Janganlah engkau lari dari medan pertempuran meskipun engkau binasa dan semua teman-temanmu lari (7) Infaqkanlah kelebihan hartamu kepada keluargamu. (8) Janganlah engkau mengangkat tongkatmu dari keluargamu (9) Ancamlah mereka untuk takut kepada Allah subhanu wa ta’ala.
(HR.Bukhari, Ahmad 5/238, Ibnu Majah no.4034, Thabrani)

  • Jangan engkau lari dari medan pertempuran meskipun engkau binasa dan teman-temanmu lari.

    Larinya seseorang dari medan perang hukumnya haram termasuk dosa besar yang paling besar, sebagaimana Rasulullah telah menyebutkan tentang dosa besar yang paling besar salah satunya adalah lari dari medan perang. 
Allah berfirman:Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelaka-ngi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (Al-Anfal 15-16) 
    Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang lari dari medan perang, maka ia :(a) Telah melakukan dosa besar,(b) Akan mendapat kemurkaan Allah(c) Tempat tinggalnya adalah Jahannam — na’udzubillah. 
    Karena itu orang berjihad di jalan Allah tidak mundur dalam menghadapi musuh, karena jka ia terbunuh ia mati syahid di jalan Allah, yang Allah janjikan baginya surga. Kita dapat mengambil pelajaran dari shahabat, dimana mereka tidak mundur dari medan perang, karena pilihan mereka hanya dua yaitu menang atau mati syahid di jalan Allah. Sebagai contoh seperti keberanian Anas bin Nadhr dalam perang Uhud, dia berperang sampai ia mati syahid, tidak mundur sedikit pun meskipun di tubuhnya terkena lebih dari 80 pukulan pedang, tombak dan panah, lalu tubuhnya dipotong-potong oleh kaum musyrikin. 
    Demikian keberanian para shahabat, mereka berjuang membela Islam dengan harta, tenaga dan darah mereka. Oleh sebab itu tidak ada istilah takut untuk membela agama Islam. 
Perhatikanlah bagaimana Allah mensifati takutnya orang-orang kafir itu kepada kaum muslimin:Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka berpecah belah. ... (Al-Hasyr:14) 
Disebabkan karena:Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Al-Hasyr:13)
  • Infaqkanlah kelebihan hartamu kepada keluargamu. 


    Memberikan nafkah kepada keluarga, isteri dan anak-anak adalah wajib, sebagaimana firman Allah yang artinya: 
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya ... (Al-Baqarah 233) 
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:Setiap kamu adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya… dan laki-laki adalah pemimpin di rumahnya dan akan ditanya tentang kepemimpinan-nya terhadap keluarganya (HR. Bukhari Muslim) 
    Seorang kepala rumah tangga wajib menjaga rumah tangganya dengan sebaik-baiknya, di antaranya dengan memberikan nafkah, dan apabila ia tidak memberikan nafkah dan bakhil atau pelit maka ia berdosa: 
Cukuplah seseorang berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang wajib ia berikan nafkah kepadanya. (HR Abu Dawud) 
    Apabila seseorang memberikan nafkah maka ia akan diberi ganjaran pahala bahkan lebih besar dari infaq kepada orang miskin dan memerdekakan budak. 
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:Apabila seseorang memberikan nafkah kepada keluarganya yang ia mengharap-kan ganjaran, maka ia itu adalah shadaqah. (HR Bukhari Muslim)Satu dinar yang diinfaqkan di jalan Allah, satu dinar untuk memerdekakan budak, satu dinar dishadaqahkan untuk orang miskin, satu dinar dinafkahkan untuk keluarga maka yang lebih besar ganjarannya adalah yang diinfaqkan kepada keluargamu (HR. Muslim no.995) 
Seutama-utama dinar adalah yang diinfaqkan kepada keluarganya (HR. Muslim dan Tirmidzi) 
    Ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan nafkah yaitu yang sedang-sedang saja, tidak boros dan tidak pula bakhil. 
Allah berfirman:Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.(Al-Furqan:67)Bakhil akan menyebabkan sifat khianat pada keluarga bahkan membawa kepada perbuatan jahat, demikian pula sifat boros akan membawa isteri dan anak-anak kepada maksiat dan kerusakan. Jadi harus pandai-pandai mengatur nafkah rumah tangga, sehingga harta tidak menyebabkan terjadinya malapetaka.
  • Janganlah mengangkat tongkat dari keluargamu.

Hal ini berkaitan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: 
Gantunglah pecut, supaya anggota keluargamu melihat pecut itu, karena akan memberikan adab kepada mereka (HR. Thabrani/Silsilah Hadits Shaihih no.1447) 
    Nabi memerintahkan kepada kita agar menggantungkan pecut/cemeti supaya keluarga bisa melihatnya dan memukul isteri dan anak, karena tindakan ini akan membuat mereka tidak meremehkan  ketentuan-ketentuan agama. Memukul disini dibolehkan saja dengan ketentuan tidak berlebihan, yaitu tidak memukul pada bagian muka dan tidak pula melukainya. 
Allah berfirman :Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta‘at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta‘atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (An-Nisa’:34) 
Pukulan disini adalah dengan pukulan yang mendidik bukan untuk melampiaskan dendam. Pukulan yang penuh rasa sayang agar keluarga selamat dari segala bentuk kemungkaran.

  • Ancamlah mereka dengan rasa takut kepada Allah.

Sesungguhnya rasa takut adalah cambuk yang menggiring manusia menuju kepada ketaatan kepada Allah serta menjauhkan dari maksiat terhadap-Nya. Karena itu hendaklah seorang bapak berusaha keras agar ia senantiasa dihormati dalam keluarga dan ditakuti sanksinya, sehingga anggota keluarga tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban kepada Allah dan terhindar dari maksiat. 
Sosok kepala keluarga bagaikan nakhoda, ia bertanggung jawab atas keselamatan bahtera yang dibawanya hingga sampai ke daratan. Dan manusia di dunia ini bagaikan penumpang yang menuju akhirat. Bila selamat, mereka akan sampai di sorga dan bila tidak, mereka akan tenggelam di neraka. Kepala rumah tangga dibebani untuk ber-upaya keras menyelamatkan keluarganya serta mencegahnya dari kehancuran. 
Allah berfirman:Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim:6) 
    Dan menjaga dari api neraka itu tidak lain adalah dengan amar ma’ruf dan meninggalkan yang mungkar. Kita harus mendidik anak dan isteri kita di atas jalan yang benar, kita harus memperhatikan masalah aqidahnya, shalatnya, pergaulan-nya, akhlaknya, pakaiannya dan lainnya. Karena orang tua adalah pemimpin yang akan ditanya di akhirat. Karena ancamlah keluarga untuk takut kepada Allah subhanu wa ta’ala sebagaimana firmanNya:Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thaha:132) 
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam memerintahkan:"Suruhlah anak-anakmu sholat dikala mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka (karena meninggalkan sholat) di saat berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka) (H.R. Ahmad, Abu Daud: 459; lihat Shahih Abu Daud no.466)

YAZID ABDUL QADIR JAWAS
Maraji’: Shahih Adabul Mufrad, Shahih Jami’us Saghir, Shahih Targhib wat Tarib, Irwa’ul Ghalil fii Takhrij Ahaadits Manaris-sabil, Riyadush Shalihin Muhaqqaq.

RALAT
Pada Edisi yang lalu pada hadits Pertama disebutkan bahwa Orang yang mati sementara di dalam perutnya masih terdapat khamer maka matinya seperti bangkai jahiliyah(kafir). (dibaca: mati seperti bangkai jahilyah atau seperti kafir).
Untuk menghindari kesalahfahaman, yang dimaksud bukanlah mati di luar Islam, tetapi mati dalam keadaan di dalam kemurkaan Allah yang amat besar, yakni mati dalam keadaan membawa dosa yang paling besar sedang ia dalam keadaaan belum bertaubat.
Pada halaman terakhir kolom pertama, terdapat kata " (bukan dari Islam)", di dalam hadits orang-orang yang memberontak kepada pemerintah. Yang dimaksud adalah bukan pengkafiran orang yang memberontak, tetapi yang dimaksud adalah mereka mengambil cara-cara yang bukan dari Islam, dan mereka bukan termasuk ke dalam golongan yang selamat. Mohon dimaafkan.


Kisah Islam WASIAT RASULULLAH KEPADA ABU DARDA' (PART 2)@MasKhay

Risalah No: 9 / Thn. IV / Rabiul Awal 1422 H

WASIAT RASULULLAH KEPADA ABU DARDA'
(PART 2)



Dari Abu Darda' ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku dengan sembilan perkara: ... (3) Jangan sekali-kali engkau minum khamer, sesungguhnya khamer adalah kunci dari semua kejahatan. (4) Taatlah kepada kedua orang tuamu, seandainya keduanya menyuruhmu mengeluarkan hartamu seluruhnya maka keluarkanlah semua harta untuk keduanya. (5) Jangan engkau bertentangan denga ulil amri (pemerintah) meskipun memandang bahwa engkau lebih benar darinya.... 
(HR.Bukhari, Ahmad 5/238, Ibnu Majah no.4034, Thabrani)

  • Janganlah minum khamer, karena sesungguhnya khamer itu kunci dari semua kejahatan.

Rasulullah bersabda: 

Khamer adalah sumber segala perbuatan jelak. Barang siapa meminumnya tidak diterima sholatnya 40 hari dan bila ia mati dan khamer masih dalam perutnya maka ia mati seperti bangkai jahiliyah (kafir) (HR. Thabrani, Shahih Jami'us Shaghir no. 3344). 

Sabda yang lain: 

Khamer itu pokok dari setiap kejelekan dan merupakan dosa besar yang besar, barang siapa yang meminumnya ia kan berzina dengan ibunya dan dengan bibinya (HR. Thabrani -Shahis Jami'us Shaghir no. 3345- Derajat hadits ini Hasan).

    Dalam hadits diatas Rasulullah menyatakan bahwa khamer adalah kunci dari setiap kejelekan, karena seseorang meminum khamer ia akan berzina, membunuh, merampok, membuat kekacauan dan perbuatan-perbuatan keji lainnya. Hal ini dikarenakan ketidak-sadarannya pada waktu itu. Oleh karena itu Nabi saw mengatakan bahwa khamer itu kunci dari semua kejelekan. 

    Saat ini minuman keras/khamer banyak sekali beredar dengan nama-nama yang beraneka ragam untuk menipu dan memperdaya orang. Mereka tidak menyebutnya khamer atau arak, akan tetapi dengan nama-nama lainnya, apakah dengan minuman segar, jamu atau minuman rohani, atau lainnya, sebagaiman sabda Rasulullah saw:

Sungguh ada golongan dari umatku yang meminum arak/khamer, akan tetapi, mereka menamakannya dengan nama yang lainnya. (HR. Ahmad 5/342, Shaihul Jami' 5453) 

    Karena itu meskipun nama yang mereka gunakan berbeda-beda tetap saja setiap yang memabukkan itu haram hukumnya, 

sebagaimanasabda Nabi: 

Setiap yang memabukkan itu adalah khamer, setiap yang memabukkan adalah haram. (HR. Muslim 2/1587 no. 2003) 

    Yang tergolong khamer adalah apa saja yang dapat memabukkan, sehingga semua jenis narkoba, ganja, sabu-sabu, opium, dan sejenisnya adalah termasuk kategori khamer. 

Allah berfirman:  

Hai orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berqurban untuk) berhala adalah perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 90)

Kemudian sabdanya: 

"Sesungguhnya Allah memilih janji untuk orang meminum khamer yaitu akan memberinya minuman dari thinatul khabal. Mereka bertanya: Apakah thinatul khabal? Yakni cairan kotor yang keluar dari penghuni neraka." (HR. Muslim 3/1587, no 2002(72)) 

    Saudaraku masih banyak ayat dan hadits yang menerangkan masalah ini. Sekali lagi yang termasuk di dalam masalah ini adalah narkoba, ganja, obat bius, serta obat-obatan terlarang lainnya.


  • Taatlah kepada kedua orang tuamu, seandainya keduanya menyuruhmu mengeluarkan hartamu seluruhnya maka keluarkanlah semua harta untuk keduanya.

    Setiap orang diwajibkan berbakti kepada kedua orang tua dalam kebajikan. Sesungguhnya keutamaan keduanya sangat besar. Tidak ada di muka bumi ini orang yang mengurus dan memperhatikan anda seperti keduanya. Oleh karena itu taatilah kedua orang tuamu, seandainya mereka berdua memerintahkan kamu untuk mengeluarkan hartamu semuanya maka keluarkanlah semua untuk keduanya. Sebab anda dan harta anda adalah milik orang tua anda, dan yakinlah bahwa apa yang anda berikan kepada kedua orang tua anda belum memenuhi hak keduanya. 

Hal itu sesuai dengan sabda Nabi saw: 
Engkau dan hartamu adalah milih ayahmu (HR. Ibnu Majah -Shahih) 

Allah berfirman: 
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu-bapaknya; ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku tempat kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tiada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Luqman: 14-15)

Firman Allah: 
Dan rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam peliharaanmu, maka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka "ah" dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai rabbku, kasihanilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil (Al-Isra': 23-24) 

    Dalam ayat di atas Allah memerintahkan kepada kita agar kita berbakti kepada kedua orang tua kita, tidak boleh sekali-sekali mengatakan kalimat "ah" atau "cis" atau membentak mereka dan menghina mereka, karena ini termasuk dosa besar yang paling besar. Allah dan Rasul-Nya mengajarkan kepada kita agar kita selalu berbuat baik kepada kedua orang tua kita, baik kita yang masih muda, remaja, atau sudah punya isteri, anak ataupun yang sudah punya cucu, maka seandainya orang tua kita masih hidup ada kewajiban kita untuk berbakti kepada keduanya. Sering dalam kehidupan di masyarakat bahwa kita dianjurkan untuk berlaku sopan kepada orang yang lebih tua dari kita. Atau ketika teman meminta tolong kepada kita, maka kita menolongnya dengan kemampuan kita yang ada, maka bagaimana dengan kedua orang tua kita sendiri? Tentu kita kan berbuat lebih baik. Karena orang tua kita telah menemani kita sejak kita lahir. Berbeda dengan teman yang bertemu dengan kita dalam perjalanan hidup kemudiaan. Oleh karena itu berbuat baiklah kepada kedua orang tua kita dalam hal yang ma'ruf, jangan kita mencegah harta kita ketika mereka membutuhkannya. (Lihat Surat Al-Baqarah: 215)


  • Janganlah engkau bertentangan denga ulil amri (pemerintah), meskipun engkau memandang bahwa engkaulah lebih benar daripadanya.

 Allah berfirman: 
"Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan kepada pemimpin diantara kamu. Jika kalian berselisih dalam sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah)... (An-Nisa': 59 
    Dalam kitab Aqidah at-Thohawiyah dijelaskan: "Kita tidak boleh keluar dari para penguasa yang bertanggung jawab atas urusan kita, sekali pun mereka telah berbuat zhalim. Tidak boleh mendo'akan kejelekan bagi mereka dan tidak boleh melepas tangan dari ketaatan kepada mereka. Kita menganggap bahwa taat kepada penguasa muslim berarti taat kepada Allah yang wajib atas kita, kecuali mereka memerintahkan kemaksiatan kepada Allah. Kita juga mendo'akan mereka kebaikan dan kesejahteraan." 
 Dari Hudzaifah bin Yaman bahwa Rasulullah saw bersabda:

"Akan ada sepeninggalku para pemimpin yang tidak mengambil petunjuk dari petunujukku dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku. Akan muncul ditengah-tengah kalian pemimpin yang berhati syaitan dalam wujud manusia" Aku (Hudzaifah) bertanya: "Apa yang aku harus perbuat jika aku mendapatinya?" (Hendaklah kalian mendengar dan taat kepada pemimpinmu meskipun ia memukul punggungmu dan merampas hartamu (korup)." (HR. Muslim no. 1847 (52)). 
     Jika seandainya kita melihat Ulil amri yang ada melakukan kesalahan, berbuat kezhaliman atau melakukan dosa besar, maka kewajiban kita adalah menasehatinya dengan cara yang baik, tidak mencaci maki, mencela, apalagi mengadakan demonstrasi, membeberkan kesalahan didepan umum atau dengan cara-cara lainnya yang bukan dari Islam. 
 Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang ingin menasehati pemimpin, maka janganlah menampakkan secara terang-terangan, akan tetapi hendaklah ia memegang tangannya, kemudian ia menasehati berdua, jika ia menerima itulah yang dikehendaki, jika tidak maka sesungguhnya ia telah menunaikan (kewajiban) yang ada padanya (HR. Ahmad, Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitabnya As-Sunnah
Oleh karena itu ketika menghadapi penguasa yang demikian, maka kewajiban kita adalah taat dan sabar, yang insya Allah semua itu akan menghapuskan dosa dan kesalahan kita selama ini, dibanding dengan keluar (membelot) dari mereka akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar lagi. 
Dari Anas bin Malik, bahwa ia berkata: "Para pembesar melarang kami untuk menyelesihi Ulil Amri, mereka berkata: bahwa Rasulullah saw bersabda:

"Janganlah kalian mencela pemimpin-pemimpin kalian, janganlah kalian dengki kepada mereka dan janganlah membenci mereka, (tetapi) bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya perkara ini sudah dekat." (HR. Ibnu Abi 'Asyim, Hadits shahih) 
    Adanya penguasa yang zhalim dan tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, adalah suatu musibah yang disebabkan karena dosa kaum muslimin itu sendiri. Sehingga Allah menurunkan kepada kaum muslimin pemimpin-pemimpin yang zhalim akibat dosa dan kesalahan yang telah mereka perbuat. 
Allah berfirman:

"Apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri" (Asy-Syuura: 30) 
"Dan demikian Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang telah mereka usahakan". (Al-An'am: 129) 
    Pada saat Rasulullah bertindak sebagai ulil Amri beliau pernah mewanti-wanti umatnya dengan sabdanya melalui shahabat Ibnu Umar: Barangsiapa yang memberontak kepada kami dengan senjata, maka dia bukan termasuk ke dalam golongan kami. (bukan dari Islam) (HR. Bukhari dan Muslim) 
    Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menjelaskan: "Bahwa jalan keluar dari semua permasahalan sekarang ini adalah:

Pertama: Dengan bertobah kepada Allah.

Kedua    : Membersihkan aqidah mereka dan

Ketiga   : Mendidik diri dan keluarga di atas Islam yang benar. 
    Bukan dengan cara yang kita lihat sekarang ini seperti yang dilakukan oleh kaum muslimin dengan cara memberontak, kudeta dan lain-lainnya, dimana semua cara tersebut tidak dibenarkan dalam syari'at Islam yang mulia ini, dan justru hanya membuat kerusakan yang lebih besar lagi bagi kaum muslimin itu sendiri. (syarah Ta'liq Aqidah Thahawiyah)

    Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin menjelaskan: 
"Perhatikan manhaj salafus shalih dalam bermuamalah dengan penguasa. Janganlah kesalahan-kesalahan penguasa dijadikan jalan untuk membangkitkan emosi rakyat atau untuk menjauhkan hati rakyat dari penguasa, karena ini akan membawa kepada kesususahan dan merupakan pokok terjadinya fitnah. Bila sudah tidak ada lagi penguasa dan ulama' maka hilang syari'at dan rasa aman" (Mu'malatul Hukkam fil Dauil Kitab wa Sunnah). 
    Sebagai penutup uraian ini, kami menasehati kaum muslimin agar berhati-hati dan tidak terjadi kepada tindakan mencela, mendemo para pemimpin kita. 
Ingatlah sabda Rasulullah:

"Baransiapa yang taat kepadaku sungguh dia telah taat kepada Allah, barangsiapa yand durhaka kepadaku, sungguh dia telah durhaka kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada pemimpin, sungguh dia telah taat kepadaku. Barangsiapa yang durhaka (menentang) kepada pemimpin berarti dia telah durhaka kepadaku. (Hadits Shahih Riwayat Bukhari 4/384 dan Muslim 6/14, dan Nasa'i)



#tunggu duluu kisah selanjutnya masih dalam proses pengetikan Guyss 
#hambaAllah


Kisah Islam WASIAT RASULULLAH KEPADA ABU DARDA' (PART 1)@MasKhay

Risalah No: 8 / Thn. IV / Rabiul Awal 1422 H

WASIAT RASULULLAH KEPADA ABU DARDA'
(PART 1)




Dari Abu Darda’ ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku dengan sembilan perkara: (1) Janganlah engkau menyekutukan Allah dengan sesuatu, meskipun engkau dipotong atau dibakar (2) Janganlah sekali-kali engkau meninggalkan shalat wajib yang lima waktu dengan sengaja, karena barangsiapa yang meninggalkan shalat secara sengaja akan lepas dari jaminan Allah...
(HR.Bukhari, Ahmad 5/238, Ibnu Majah no.4034, Thabrani)

Wasiat ini merupakan wasiat yang agung sebagai rahmat untuk sekalian alam yang menunjukkan sayangnya Rasulullah terhadap umatnya. Wasiat ini meskipun untuk Abu Darda’ akan tetapi pada hakekatnya untuk seluruh kaum muslimin. Karena Rasulullah diutus untuk seluruh manusia, 

sebagaimana firman Allah :
"Dan tidaklah Kami utus engkau, melainkan sebagai rahmat untuk sekalian alam." (Al-Anbiya’:107).

MAKNA HADITS :

  • Janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun meskipun engkau dipotong atau dibakar.
Dalam wasiat yang pertama ini, Rasulullah melarang kepada umatnya agar tidak berbuat syirik terhadap Allah. Para ulama telah menjelaskan tentang syirik ini, yaitu: seorang hamba menjadikan sekutu bagi Allah, dia mencintainya sebagaimana ia mencintai Allah. Dia setia kepadanya sehagaimana ia setia kepada Allah, mengharap di waktu senang dan berlindung di waktu sulit serta dia mendekatkan diri kepadanya dengan berbagai macam ibadah yang tidak boleh dilakukan melainkan hanya kepada Allah, seperti berdoa kepada sesuatu apakah sesuatu itu berupa manusia, patung, pohon, batu, jin dan yang lainnya atau dia meminta kepada selain-Nya - beristighotsah, bernadzar, dan lain-lainnya. Maka inilah yang dikatakan sebagai perbuatan syirik. 
 Allah berfirman :
"Berdo‘alah kepada-Ku niscaya Kuperkenan-kan bagimu" (al-Mukmin /al-Ghafir:60)
Rasulullah saw bersabda :

"Do’a adalah ibadah" (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu jika seseorang berdo’a, memohon pertolongan di saat sulit, dan lainnya kepada selain Allah, maka inilah yang dinamakan syirik."Dan janganlah kamu beribadah kepada selain Allah apa-apa yang tidak dapat memberi manfa‘at dan tidak (pula) mendatangkan bahaya kepadamu; sebab jika kamu berbuat (demikian) itu, maka sungguh kamu termasuk orang-orang yang zalim (musyrik)".(Yunus 106) 
"Dan siapakah yang lebih sesat dari orang yang menyembah sesembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan do’anya sampai hari kiamat. dan mereka lalai dari (memperhatikan) do‘a mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sesembahan-sesembahan itu menjadi musuh mereka,dan mengingkari pemujaan mereka. (al-Ahqaf: 5-6).Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang yang berdo’a, meminta kepada selain-Nya adalah orang yang paling sesat di muka bumi ini, oleh karena itu kita sebagai orang muslim harus meyakini jika terjadi sesuatu pada diri manusia atau lainnya, maka tidak ada yang dapat menghilangkan kesulitan musibah atau adzab tersebut melainkan hanya Allah swt saja.Sebagaimana Firman Allah:"Jika Allah menimpakan suatu kemudlaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia" (Yunus :107)
Firman Allah yang lain:"Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepadaNya dan (siapakah) yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di muka bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingat(Nya)." (An-Naml 62) 
Oleh karena itu Allah sangat murka jika ada orang mempersekutukanNya, dimana ia meminta berdoa dan memohon kepada selain-Nya. Kenyataan yang ada saat ini banyak dari kaum muslimin yang melakukan semua itu. 
Sebagai contoh yang banyak sekarang ini, betapa banyaknya kaum muslimin yang meminta, memohon pertolongan. atau istighotsah kepada kubur-kubur tertentu. Mereka beranggapan bahwa kubur itu memiliki keramat, barakah atau dapat menghubungkan kita kepada Allah, maka perbuatan seperti ini adalah perbuatan syirik akbar atau syirik besar --yang dosanya tidak akan diampuni jika ia belum bertaubat sebelum meninggal. Meskipun mereka menganggap bahwa penghuni kubur itu adalah orang-orang yang mulia atau orang yang suci atau orang-orang yang dekat dengan Allah. Tetapi mereka tidak dapat memberi manfaat atau menolak bahaya. Kita dapat melihat dalam sejarah, bahwa tidak ada seorang sahabatpun yang mendatangi kuburan Rasulullah, padahal beliau adalah manusia paling mulia, dan orang yang paling dekat dengan Allah dibandingkan dengan orang-orang sesudahnya. Bahkan Rasulullah tidak dapat menolak bahaya, sebagaimana firman Allah: 
 Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekirannya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain adalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira kepada orang-orang yang beriman"(al-A’raaf: 188).
Anggapan para penyembah kubur bahwa yang mereka lakukan adalah sebagai perantara /tawassul kepada penghuni kubur itu. Maka kita kepada tanyakan kepada mereka: "Apakah kalian tidak membaca firman Allah :"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) Kami tidak menyembah mereka melainkan su-paya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya" (az-Zumar : 3) 
Oleh sebab itu. jika dikatakan bahwa orang-orang sudah mati itu bisa mendekatkan diri kita kepada Allah, maka semua itu dusta, yang berarti menyatakan pernyataan sama dengan orang-orang musyrik. Allah berfirman:Sesungguhnya apa saja yang kamu ibadahi selain Allah adalah berhala, dan kamu berbuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. (Al-Ankabuut 17) 
Orang-orang yang sudah mati tidaklah dapat memberikan manfaat atau mudlarat kepada kita, bahkan sebaliknya merekalah yang justru butuh kepada do’a kita.Dalam hadits yang lain. ketika Nabi ditanya oleh shahabatnya tentang amal-amal yang memasukkan ia ke dalam syurga dan menjauhkan ia dari api neraka. Maka Nabi saw menjawab:
 "Beribadahlah hanya kepada Allah saja, dan jangan berbuat syirik kepadaNya dengan sesuatu apapun juga. (HR. At-Thabrani. ). 
Rasulullah saw bersabda : "Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa yang paling besar? Kami menjawab: "Mau wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Berbuat syirik kepada Allah, berbuat durhaka kepada kedua Orang tua dan berkata dusta." (HR. Bukhari. Muslim dan Ahmad). 
Tentang Bahaya Syirik ini Allah berfirman : 
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An’am 88) 
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,. maka pasti Allah haramkan kepadanya syurga dan tempatnya ialah neraka dan tidak. ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zhalim itu. ( Al-Maidah :72) 
   Oleh karena itu. merugilah orang-orang yang berbuat syirik, mudah-mudahan kita dijauhkan oleh Allah dari perrbuatan syirik tersebut. 
   Para pembaca yang budiman. dalam hadits Abu Darda’ di atas disebutkan larangan Rasulullah agar tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, yang juga diikuti dengan kata meskipun engkau dipotong/dibunuh atau dibakar, hal ini menunjukkan kerasnya larangan Rasul agar umatnya tidak menyekutukan Allah, meskipun dengan mengorbankan nyawanya sendiri. seperti para shahabat yang mcmpertahankan syahadat ini. Maka mereka pun tak luput dari siksa. ancaman bahkan dibunuh, akan tetapi mereka tetap tidak berbuat syirik sedikitpun. 
   Contoh yang lain, seperti Ashhabul ukhdud yang Allah terangkan dalam surat al-Buruj:4-9 yaitu sekelompok masyarakat yang beriman kepada Allah dan mengingkari ketuhanan seorang raja, maka raja tersebut membuatkan parit yang diisi dengan kayu bakar. kemudian menyuruh semua masyarakat yang beriman tersebut agar masuk ke dalamnya, sehingga mati terbakar disebabkan mempertahankan kalimat LAA ILAHA ILLALLAH. 
   Contoh lain seperti Abu Dzar al-Ghifari yang dipukuli dan disiksa sampai pingsan. Kemudian Ammar bin Yasir, Sumayyah, Bilal bin Rabbah, Khabbab ibnu Art dan para shahabat yang lain. Mereka itulah syuhada dalam Islam ini yang mendapat ujian dan cobaan yang berat sekali dalam mempertahankan kalimat LAA ILAHA ILLALLAH MUHAMMADAR RASULULLAH. 

  • Janganlah sekali-kali meninggalkan shalat wajib yang lima waktu dengan sengaja, karena barangsiapa yang meninggalkannya secara sengaja maka ia akan lepas dari jaminan Allah.
Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian atas diri-Nya, bahwa bagi setiap muslim yang menjaga shalat wajib maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Karena itu orang yang meninggailkan shalat dengan sengaja maka ia telah mencampakkan dirinya ke dalam kebinasaan dan dibiarkan Allah, tidak ditolong dan tidak dijamin. 
Nabi saw bersabda: "Lima waktu shalat yang Allah telah wajibkan kepada hamba-bamba-Nya, barangsiapa yang mengerjakannya. dia tidak menyia-nyiakannya sedikitpun juga karena menganggap remeh tentang hak-Nya, maka Allah berjanji untuk memasukkannya ke dalam surga. Dan barangsiapa yang tidak melaksanakannya, maka Allah tidak berjanji untuk memasukkannya ke dalam surga. jika Allah kehendaki maka Dia akan menyiksanya dan jika Allah kehendaki maka Dia akan mengampuninya." (HR. Malik, Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan an-Nasa’i).
Shalat itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap individu muslim. Tidak boleh ditinggalkan atau diwakilkan kepada orang lain. Karena itu jika ia meninggalkannya, maka ia telah melakukan perbuatan dosa besar. Bahkan dalam suatu hadits dikatakan, orang yang meninggalkan shalat itu berarti telah kufur, sebagaimana hadits-hadits yang sering dibawakan dimana-mana, baik di sekolah atau dipondok-pondok pasantren, bahwa Rasulullah saw bersabda: 
Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti dia telah kafir. (HR.Tirmidzi no.2621, Ahmad no.366, An-Nasai’i, Tirmidzi-- hadits hasan shahih).  
Sabdanya yang lain:Antara seseorang dengan kekufurannya atau kesyirikan adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim dan Ahmad). 
Hadits-hadits diatas menunjukkan kepada kita tetang kufurnya orang-orang yang meninggalkan shalat, akan tetapi jumhur ulama belum memvonis kafir, jika ia meninggalkan shalat tersebut bukan karena mengingkari kewajibannya. Tetapi jika ia berkata : "Shalat lima waktu itu tidak wajib bagi saya", maka seluruh ulama telah sepakat tentang kafirnya orang itu. 
Kenyataan yang ada zaman sekarang ini, banyak sekali orang-orang yang meninggalkan shalat, dikarenakan rasa malas, mereka seperti para pegawai, pedagang, sopir, buruh, pembantu dan lainnya.
Apakah mereka dikafirkan? Mayoritas pendapat ulama mengatakan bahwa mereka tidak dikafirkan karena perbuatan tersebut, kecuali madzhab Imam Hanafi saja. Oleh karena itu penguasa yang ada di wilayah itu harus mengambil tindakan kepada orang-orang yang meninggalkan shalat ini, sebagaimana tindakan keras yang ditetapkan para ulama’ untuk menghukum ta’zir/dera/ pecut bagi mereka yang meninggalkan shalat. Yang hukumannya dilaksanakan oleh ulil amri (pemerintah) yang yang ada di wilayah tersebut. Ulama’ lain mengatakan bahwa orang tersebut harus di penjara, dibunuh—ini seperti pendapatnya Imam Syafi’i, sehingga dari hal ini kita dapat melihat bahwa tidak seorang ulama’pun yang menganggap ringan masalah shalat ini. 
Kemudian kita juga memperhatikan keluarga kita tentang kewajiban shalat ini. sebagaimana firman : 
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu, Dan akibat (yang baik) itu adalah untuk orang-orang yang bertaqwa" (Ath-Thoha :132) 
Rasulullah bersabda:Suruhlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada umur tujuh tahun dan pukullah mereka jika sepuluh tahun belum mau untuk mengerjakannya, dan pisahkanlah tempat tidur antara laki-laki dan perempuan. (H.R. Ahmad, Abu Daud: 459; lihat Shahih Abu Daud no.466 dan ini lafadz Hakim).  
Lima waktu shalat yang Allah telah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya, barangsiapa yang mengerjakannya atau tidak menyia-nyiakannya sedikit pun juga serta tidak menganggap remeh tentang hak-Nya, maka Allah berjanji untuk memasukkannya ke dalam surga. Dan barangsiapa yang meninggalkannya Allah tidak berjanji untuk memasukkanya ke dalam surga, jika Allah kehendaki maka akan Allah siksa dia dan jika Allah kehendaki, maka akan Allah ampuni dia. (HR.Malik, Ahmad. Abu Daud. Ibnu majah,. dan an-Nasa’i)
Banyak ayat dan hadits yang menerangkan tentang masalah ini, untuk itu perlu kiranya kita memperhatikannya. Jangan sampai ada di antara kita, keluarga kita, atau saudara-saudara kita yang meninggalkan shalat yang wajib ini. Kita ingatkan mereka tentang kewajiban ini baik itu lewat lisan, tulisan, buletin. majalah atau dengan cara yang lainnya untuk menerangkan tentang kewajiban shalat ini dan hukuman atau ancaman siksa yang pedih dan api neraka bagi orang yang yang meninggal-kan shalat.Adapun orang-orang yang tidak shalat. Allah janjikan buat mereka neraka Saqar. 
Firman Allah: Tiap-tiap jiwa bertanggung jawab atas yang ia perbuat. Kecuali golongan kanan, (mereka) berada di dalam syurga, mereka saling bertanya tentang keadaan orang-orang yang berdosa: "Apakah yang memasukkan kalian ke dalam neraka Saqar?" mereka menjawab: "Kami dulu tidak termasuk orang-orang yang yang mendirikan shalat." (Al-Mudatsir : 38-43)
Bersambung…

#tunggu duluu kisah selanjutnya masih dalam proses pengetikan Guyss 
#hambaAllah

Kisah Islam Wasiat Umar Bin Dzar Tentang Pemutus Kenikmatan yaitu Kematian@MaKhay

Wasiat Umar Bin Dzar Tentang Pemutus Kenikmatan yaitu Kematian




Dari Nadhar bin Ismail yang berkata: Saya pernah mendengar Umar bin Dzar 1) berkata:
"Kamu sekalian telah cukup mengerti tentang kematian, maka kamu menunggu-nunggu kedatangannya siang dan malam:

Mungkin kamu mangkat sebagai seorang yang sangat dicintai oleh keluarganya, dihormati oleh kerabatnya, dan dipatuhi oleh masyarakatnya, dipindahkan ke liang yang kering dan batu-batu cadas yang bisu.  Tidak ada seorangpun dari keluarga yang bisa memberikan bantal, kecuali hanya menempatkannya di tengah kerumunan binatang serangga.  Adapun bantal pada saat itu berupa amal perbuatannya.

Atau mungkin kamu mangkat sebagai orang yang malang dan terasing.  Di dunia, ia telah  ditimpa banyak kesedihan, usaha yang dilakukan sudah berkepanjangan, badan telah kepayahan, lantas kematian tiba-tiba menjemput sebelum ia meraih keinginannya.

Atau mungkin kamu adalah seorang anak yang masih disusui, orang yang sakit, atau orang yang tergadai dan tergila-gila dengan kejahatan.  Mereka semua diundi dengan anak panah kematian.
Tidak adakah pelajaran yang bisa dipetik dari perkataan para juru nasihat?!

Sungguh, seringkali saya berkata: "Maha Suci Allah Jalla Jalaluhu.  Dia telah memberi tempo kepada kamu sehingga seakan-akan menjadikan kamu lalai."  Kemudian saya kembali melihat kepemaafan dan kekuasaan-Nya, lantas berkata: "Tidak, tetapi Dia mengakhirkan kita sampai pada batas ajal kita, sampai pada hari di mana mata menjadi terbelalak dan hati menjadi kering."
"Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong." (Ibrahim:43)
"Ya Rabbi, Engkau  telah memberikan peringatan, maka hujjah-Mu telah tegak atas hamba-hamba-Mu.
Kemudian ia membaca:
"Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zhalim: "Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit."" (Ibrahim:44)
Kemudian ia berkata:
"Wahai pelaku kezhaliman!  Sesungguhnya kamu sedang berada dalam masa penangguhan yang kamu minta itu, maka manfaatkanlah sebelum akhir masa itu tiba dan bersegeralah sebelum berlalu.  Batas akhir penangguhan adalah ketika kamu menemui ajal, saat sang maut datang.  Ketika itu  tidak berguna lagi penyesalan.

Anak Adam ibarat papan yang dipasang sebagai sasaran dari panah kematian.  Siapa yang dipanah dengan anak panah-anak panahnya, tidak akan meleset.  Dan bila kematian itu telah menginginkan seseorang, maka tidak akan menimpa yang lain.

Ketahuilah, sesungguhnya kebaikan yang paling besar adalah kebaikan di akhirat yang abadi dan tidak berakhir, yang kekal dan tidak fana, yang terus berlanjut dan tak kenal putus.

Hamba-hamba yang dimuliakan bertempat tinggal di sisi Allah Ta'ala di tengah segala hal yang menyenangkan diri dan menyejukkan pandangan.  Mereka saling mengunjungi, bertemu, dan bernostalgia tentang hari-hari mereka hidup di dunia.

Tentramlah kehidupan merka.  Mereka telah memperoleh apa yang mereka inginkan dan meraih apa yang mereka cari, karena keinginan mereka adalah berjumpa dengan majikan Yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi Anugerah. 2)

---------------
Catatan kaki:
1) Dia adalah Umar bin Dzar biun Abdillah bin Zaraqah Al-Hamdani Al-Murhabi, seorang tabi'it tabi'in yang tsiqah, wafat pada tahun 135 H.  Riwayat hidupnya ada dalam "Tahdzibut Tahdzib" (VII:144), "Hilyatul Auliya" (V:108) dan lain-lain

2) Dikeluarkan oleh Abu Nu'aim dalam 'Al-Hilyah' (V:115-116)

Kisah Islam Karena Kesabarannya Allah Ganti yang Lebih Baik@Maskhay

Tanaman Habis Dirusak Badai, Karena Sabar Dia Diganti Dengan yang Lebih Baik



Al-Barqy(1 ) berkata:
"Saya melihat seorang perempuan di dusun. Saat itu, salju sudah turun dan semua tanamannya habis, rusak karena salju tersebut. Banyak orang yang datang untuk menghibur dan menampakkan rasa prihatin. Tiba-tiba perempuan tersebut menengadahkan pandangannya ke langit dan berdo'a: 'Ya Allah, Engkaulah satu-satunya yang dapat diharapkan oleh makhluk(Mu) yang terbaik (yaitu manusia). Berada di tangan-Mulah pengganti dari apa-apa (tanaman) yang telah rusak. Maka, berbuatlah untuk kami sesuai dengan sifat yang Engkau miliki (Pengasih, Penyayang). Sungguh, rizki kami ada pada-Mu, harapan kami pun hanya kepada-Mu.'
Tak lama setelah itu, datang seorang kaya dan dermawan dari daerah tersebut. Dan setelah mendapat informasi tentang apa yang terjadi, orang tersebut memberikan uang untuk si perempuan tadi sebesar lima ratus dinar."( 2)

[1] Dia adalah Abu Abdillah Ahmad bin Ja’far bin Abdu Rabbih bin Hassan. Seorang penulis yang dikenal dengan Al-Barqy. Lihat Al-Khatib  Al-Baghdadi dalam kitab Tarikhnya 4/69.
[2] Al-faraj ba’das-Syiddah 1/181.

Kisah Islam Ulama As - Salaf Dalam Rasa Takut Dan Mengingat Allah S.W.T@MasKhay

ULAMA AS-SALAF DALAM RASA TAKUT DAN MENGINGAT ALLAH



Sebelum kisahnya saya jelaskan dulu apasih salaf?


Definisi Salaf (السَّلَفُ)

Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( اَلسَّلَفُ ) artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan (سَلَفُ الرَّجُلِ) salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[2]
Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).”[3]
Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan menegak-kan agama-Nya…”[4]
Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.). Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.[5]
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber-‘aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.[6]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H)[7] berkata: “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” [8]


Kisah:
Dari Ibnu Mas’ud diriwayatkan bahwa ia pernah berkata ketika sedang duduk-duduk (yang terjemahannya - pen) :


“Sesungguhnya kamu sekalian berada di tengah perjalanan siang dan malam, di tengah lingkaran ajal yang terbatas, di tengah amal perbuatan yang selalu terpantau, sementara kematian datang dengan tiba-tiba. Barangsiapa yang menanam kebajikan, niscaya ia akan menuai kebahagiaan, barangsiapa yang menanam kejahatan, niscaya ia akan menuai penyesalan. Setiap orang yang bercocok tanam, akan menuai yang setimpal dengan apa yang ditanamnya. Orang yang lambat, tidak akan mendahului orang lain mengambil bagiannya. Demikian juga orang yang bernafsu, tidak akan memperoleh sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya. Siapa saja yang mendapat kebaikan, Allah-lah yang memberikan kebaikan itu kepadanya. Siapa saja yang selamat dari bahaya, Allah-lah yang memelihara dirinya dari bahaya tersebut. Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang terhormat dan ahli fiqih adalah para pembimbing umat. Duduk-duduk (belajar) bersama dengan mereka adalah keutamaan.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ I : 497)


Dari al-Fasawi diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen): “Abul Yaman telah menceritakan kepada kami, dari Jarir bin Utsman, dari Abul Hasan Imran bin Nimraan, bahwa Abu Ubaidah pernah berjalan di tengah laskar kaum muslimin, beliau berkata : “Berapa banyak orang yang menjaga kesucian pakaiannya, tapi justru mengotori agamanya ! Ingatlah, berapa banyak orang yang merasa memuliakan dirinya sendiri, tetapi justru menghinakannya ! Segeralah mengganti kejahatan-kejahatan lamamu dengan kebajikan-kebajikan yang baru.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ I : 18)

Dari Ibnu Syaudzab diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Tatkala Abu Hurairah berada di ambang kematian, tiba-tiba beliau menangis. Orang-orang bertanya : “Apa yang membuatmu menangis ?” Beliau menjawab : “Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali, bisa ke jannah (surga-pen), bisa juga ke naar (neraka-pen).” (Shifatush Shafwah I : 694)

Dari Ubaidillah bin As-Sirri diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Ibnu Sirin pernah berkata : “Aku sungguh mengetahui penyebab utang yang kini melilitku. Aku pernah mengejek seorang lelaki sekitar empat puluh tahun yang silam : “Wahai orang yang bangkrut (pailit).” Maka aku (Ubaidillah bin As-Sirri) menceritakan hal itu kepada Abu Sulaiman Ad-Darani. Maka beliau menanggapi : “Dosa-dosa mereka (para salaf) sedikit, karenanya mereka tahu dari mana datang kepada mereka dosa-dosa itu. Sementara dosa-dosa kita banyak, namun kita tidak tahu dari mana dosa-dosa itu mendatangi kita.” (Shifatush Shafwah III : 246)

Dari Abdullah bin Abdurrahman bin Yazid bin Jabir diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Pamanku Yazid bin Yazid bin Jabir telah menceritakan kepada kami, dari Atha’ Al-Kharasani, bahwa ia berkata : “Aku tidak mewasiatkan kepada kamu sekalian untuk urusan dunia. Untuk urusan itu, kamu sekalian telah banyak mendapatkan wejangan, dan kalian sendiri bernafsu mendapatkannya. Yang aku wasiatkan kepada kalian adalah urusan akhirat kalian.

Ambillah bekal dari dunia yang fana ini untuk akhirat yang abadi. Jadikanlah dunia ini seperti sesuatu yang sudah kamu tinggalkan. Dan demi Allah, kamu memang pasti akan meninggalkannya. Dan jadikanlah kematian itu seperti sesuatu yang telah kamu rasakan. Dan demi Allah, kamu memang akan merasakannya. Jadikanlah akhirat itu seperti tempat yang telah kamu singgahi. Dan demi Allah, kamu memang akan singgah di sana. Ia (akhirat) adalah kampung halaman setiap manusia.

Dan tak seorangpun yang keluar bepergian tanpa mempersiapkannya bekalnya. Orang yang mempersiapkan bekal yang berguna buat dirinya, ia akan bahagia. Sedangkan orang yang keluar bepergian tanpa mempersiapkan bekal, ia akan menyesal. Kalau ia kepanasan, ia tak akan mendapatkan tempat berteduh. Kalau ia kehausan, tak akan mendapatkan air pelepas dahaga. Sesungguhnya perjalanan dunia ini pasti berakhir. Orang yang paling pandai adalah yang selalu bersiap-siap untuk perjalanan yang tidak ada akhirnya.” (Shifatush Shafwah IV : 151)

Dari Qabishah bin Qais al-Anbari diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Adh-Dhahhak bin Muzahim apabila datang sore hari beliau menangis. Ada orang yang bertanya : “Apa gerangan yang membuatmu menangis ?” Beliau menjawab : “Aku tidak tahu, amalanku yang mana yang naik ke langit (diterima Allah) pada hari ini.” (Shifatush Shafwah IV : 150)

Dari Kinanah bin Jibillah As-Sullami diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Bakar bin Abdullah berkata : “Apabila engkau melihat orang yang lebih tua umurnya darimu, katakanlah : “Orang ini sudah mendahuluiku dalam beriman dan beramal shalih, ia tentu lebih baik dariku.” Apabila engkau melihat orang yang lebih muda umurnya darimu katakanlah : “Aku telah mendahuluinya berbuat dosa dan kemaksiatan, tentu ia lebih baik dariku.” Dan apabila engkau melihat sahabat-sahabatmu menghormati dan memuliakanmu, maka katakanlah : “Ini adalah keutamaan yang akan diperhitungkan nanti.” Kalau engkau melihat mereka kurang menghormatimu, maka katakanlah : “Ini adalah akibat dosa yang kuperbuat sendiri.” (Shifatush Shafwah III : 248)

Dari Qasim bin Muhammad diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Kami pernah bepergian bersama Ibnul Mubarak. Seringkali terlintas dalam benakku : “Mengapa gerangan lelaki ini diutamakan atas diri kami, sehingga ia demikian terkenal di khalayak ramai ? Kalau dia shalat, kami juga shalat, kalau dia bershiyam (berpuasa-pen), kami juga shiyam, kalau dia berjihad, kami juga berjihad, kalau dia berhaji, kami juga berhaji ?” (Al-Qasim) melanjutkan : “ditengah perjalanan kami, yaitu ketika kami sampai di negeri Syam pada suatu malam, kami makan malam di sebuah rumah, tiba-tiba lampu padam. Maka salah seorang di antara kami segera mengambil lampu [atau diriwayatkan dia keluar mencari sesuatu untuk menyalakan lampu beberapa saat, kemudian datang dengan membawa lampu]. Tiba-tiba kulihat wajah dan jenggot Ibnul Mubarak sudah ditetesi air mata.” Aku berkata dalam diriku sendiri : “Karena rasa takut (ketakwaan) inilah lelaki ini diutamakan atas kami. Barangkali ketika lampu padam, keadaan menjadi gelap, ia teringat dengan Hari Kiamat.” (Shifatush Shafwah IV : 145)

Dari al-Marruzi diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Aku pernah bertanya kepada Imam Ahmad : “Bagaimana keadaan anda pagi hari ini ?” Beliau menjawab : “Bagaimana kira-kira keadaan seorang hamba di pagi hari, dimana Rabb-nya menuntut dirinya untuk melaksanakan berbagai kewajiban, nabinya menuntut dirinya untuk menjalankan As-Sunnah, sementara dua malaikat menuntut dirinya untuk beramal dengan benar. Di sisi lain, jiwanya menuntut dirinya untuk memperturutkan hawa nafsu, dan iblis menuntut untuk melakukan perbuatan keji, sedangkan malaikat maut terus memantau dirinya untuk mencabut ruhnya, sementara keluarganya menuntut darinya mencari nafkah ?” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ XI : 227)

Dari Ibnu Khubaiq diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Hudzaifah Al-Mur’isyi pernah berkata kepadaku : “Cuma ada empat hal (yang paling vital) pada dirimu yaitu : dua matamu, lidahmu, hawa nafsumu dan hatimu. Perhatikan kedua matamu, jangan sampai ia melihat yang diharamkan Allah. Perhatikan lidahmu, jangan sampai ia mengucapkan sesuatu yang Allah tahu bahwa yang ada di dalam hatimu adalah kebalikannya. Perhatikan hatimu, jangan sampai ada rasa dengki dan kebencian terhadap sesama muslim. Perhatikan juga hawa nafsumu, jangan biarkan ia terumbar. Bila (terpeliharanya) empat perkara ini belum menjadi milikmu, maka kepalamu akan menjadi umpan abu.” (Shifatush Shafwah IV : 268)

Al Qadhi Husain meriwayatkan dari gurunya Al Qaffal, bahwa seringkali sang guru menangis ketika tengah mengajar, kemudian setelah itu beliau mengangkat kepalanya seraya berkata (yang terjemahannya - pen) : “Alangkah lalainya kita terhadap apa yang diwajibkan atas diri kita.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ 17:407)

Dari Mukhawwal diriwayatkan bahwa ia berkata (yang terjemahannya - pen) : “Bahim al Ajali pernah datang kepada saya suatu hari dan berkata : “Apakah engkau mengenal seseorang diantara tetanggamu atau saudaramu yang engkau sukai, yang berkeinginan melaksanakan haji untuk dapat menemaniku ?” Aku menjawab : “Ada” Aku segera menemui seorang lelaki yang shalih dan baik akhlaknya, lalu keduanya kupertemukan. Merekapun bersepakat untuk pergi haji bersama. Kemudian Bahim pulang menemui istrinya. Beberapa saat kemudian (sebelum pergi), si lelaki menemuiku dan berkata : “Wahai saudaraku ! Betapa senangnya aku jika kamu menjauhkan shahabatmu itu dariku ! Hendaknya ia mencari teman seperjalanan yang lain saja.” Aku bertanya : “Mengapa demikian ? Sungguh aku tidak melihat orang yang setara dengannya di kota Kufah ini dalam kebagusan akhlak dan perangainya. Aku pernah berlayar bersamanya, dan yang kulihat darinya hanyalah kebaikan.” Lelaki itu menjawab : “Celakalah kamu, setahuku, ia ini orang yang banyak menangis, hampir tak pernah berhenti tangisnya. Hal itu akan menyusahkan kami sepanjang perjalanan.” Aku menanggapi : “Engkaulah yang celaka, terkadang tangisan itu datang tidak lain hanyalah dari mengingat Allah. Yakni, hati seseorang itu melembut, sehingga ia menangis. Bukankah kadangkala engkau juga menangis ?” Lelaki itu menjawab : “Memang benar. Tetapi kudengar, terkadang ia menangis kelewatan sekali.” Aku berkata : “Temanilah dirinya. Semoga kamu bisa mengambil manfaat darinya.” Ia berkata : “Aku akan shalat istikharah terlebih dahulu !”

Tepat pada hari keberangkatan mereka berdua, onta telah didatangkan dan dipersiapkan. Tiba-tiba Bahim duduk di bawah pohon sambil meletakkan tangannya di bawah janggutnya dan air matapun menetes di kedua belah pipinya, lalu turun membasahi dadanya, sampai-sampai –demi Allah- kulihat air matanya membasahi bumi.”

Lelaki itu berkata : “Lihatlah, belum apa-apa shahabatmu itu sudah mulai menangis. Orang seperti itu tak pantas menjadi temanku.” “Temani saja dirinya.” Pintaku. “Barangkali dia teringat keluarganya dan kala ia berpisah dengan mereka, sehingga ia bersedih.” Namun ternyata Bahim mendengar pembicaraan kami dan menanggapi : “Bukan begitu persoalannya. Aku semata-mata hanya teringat dengan perjalanan ke akhirat.” Mukhawwal melanjutkan : “Maka suara beliaupun melengking karena tangisan.”

Ia melanjutkan : “Temanku berkomentar : “Demi Allah, janganlah ini menjadi awal permusuhan dan kebencian dirimu terhadapku. Tak ada hubungan antara aku dengan Bahim. Hanya saja, ada baiknya engkau mempertemukan antara Bahim dengan Dawud Ath-Tha-i dan Sallaam Abul Ahwash 1) agar mereka saling membuat yang lainnya menangis hingga mereka puas, atau meninggal dunia bersama-sama.”

Lelaki itu berkata : “Aku terus saja menemaninya dan berkata dalam hati : “Susah nian, mudah-mudahan ini menjadi perjalananku yang terbaik.” Perawi menyebutkan : “Lelaki itu orang yang menyukai perjalanan panjang untuk berhaji, lelaki yang shalih, namun di samping itu ia juga pedagang kaya raya yang rajin bekerja; bukan orang yang mudah bersedih dan menangis.” Perawi menyebutkan : “Lelaki itu berkata : “Sekali inilah hal itu terjadi pada diriku, dan mudah-mudahan bermanfaat.”
Mukhawwal menyebutkan : “Bahim tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu. Kalau ia mengetahui sedikit saja, niscaya ia tak pergi bersama lelaki itu.”

Mukhawwal melanjutkan : “Maka merekapun berangkat berdua hingga melaksanakan haji dan pulang kembali. Masing-masing dari keduanya begitu akrab sampai-sampai tidak menyadari bahwa mereka memiliki saudara lain selain shahabat yang menemaninya. Setelah tiba, aku mengucapkan salam kepada lelaki tetanggaku itu. Iapun berkata : “Semoga Allah memberimu pahala kebajikan atas saranmu kepadaku. Tak kusangka, bahwa di antara manusia sekarang ini ada juga yang seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Demi Allah, ia membiayai kebutuhanku, sementara ia orang miskin, aku justru orang kaya. Beliau sudi melayani diriku, padahal beliau sudah tua dan lemah sedangkan aku masih muda dan kuat. Beliau juga memasak untukku, padahal beliau bershaum sementara aku tidak.” Mukhawwal bertanya : “Bagaimana soal tangisan panjangnya yang tidak engkau sukai ?” Lelaki itu menjawab : “Akhirnya aku terbiasa dengan tangisan itu. Demi Allah, hatiku merasa senang, sampai-sampai aku pun turut menangis bersamanya, sehingga orang-orang yang bersama kami merasa terganggu. Namun demikian –demi Allah-, mereka pun akhirnya terbiasa. Mereka juga turut menangis, bila kami berdua menangis. Sebagian mereka bertanya kepada sebagian yang lain : “Kenapa mereka lebih mudah menangis dari pada kita, padahal jalan hidup kita dan mereka sama ?” Mereka pun akhirnya menangis, sebagaimana kami juga menangis.”

Mukhawwal melanjutkan : “Kemudian aku keluar dari rumah lelaki itu untuk menemui Bahim. Aku bertanya kepadanya setelah terlebih dahulu memberi salam. “Bagaimana tentang teman perjalananmu ?” Beliau menjawab : “Sungguh, ia teman yang terbaik. Ia banyak berdzikir, banyak membaca dan mempelajari Al Qur’an , mudah menangis dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Semoga Allah memberimu pahala kebajikan atas saranmu.” (Shifatush Shafwah III : 179-182)


Maraji': Disalin dari terjemahan kitab “Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf” tulisan: Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil Baha-uddien ‘Aqiel. Judul terjemahan : “Panduan Akhlak Salaf”, penerjemah : Abu Umar Basyir Al-Medani, hal. 14-21. Penerbit : At-Tibyan, Solo, 2000.

1). Dalam “Shifatush shafwah” disebutkan : Sallaam bin Al Ahwash. Yang betul adalah Sallaam Abul Ahwash. Lihat “At-Taqrieb” biografi No.2703.Namanya adalah Sallaam bin Sulaim Al-hanafi al Kufi, wafat tahun 179H. 

Ayo Gabung Di Maskhay Buiness

MASKHAY BUSINESS

http://www.nmcmobile.com/ Kunjungi  http://bit.ly/2yjElZa   atau  http://bit.ly/2yxOP8g اسلام عليكم ورحمة الله وبر كاته ⭐ Welcome ...